Kamis, 05 November 2009

Tahapan-tahapan Taqwa


Untuk mencapai taqwa, seorang harus melalui tahapan-tahapan yang akan mengarahkannya menuju hal tersebut. Di antaranya adalah:

1. Tahapan المُشَارَطَةُ (Pemberi Syarat)

Hati manusia membutuhkan penyatuan dengan nafsunya, mengatur tata kerjanya dan memberikan beberapa persyaratan, mengarahkannya kepada jalan kebahagiaan, serta tidak lalai untuk memantaunya. Sesungguhnya nafsu tidak aman dari upaya penghianatan dan penyelewengan terhadap hati, nafsu selalu memerintahkan keburukan.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

"Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rohmat oleh Robbku. Sesungguhnya Robbku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (QS. Yusuf [12] : 53)

Setelah itu dilakukan, hendaknya nafsu itu dihisab (diperhitungkan) serta dimintakan pertanggung jawabannya untuk memenuhi persyaratan yang telah jelas diberikan kepadanya.

Untuk itulah Umar bin Khoththob rodhiallohu 'anhu berkata:

"حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا وَ تَزَيَّنُوْا لِلعَرْضِ الأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخُفُّ الحِسَاُب يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنِ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِيْ الدُّنْيَا"

"Hisablah diri-diri kalian, sebelum kalian dihisab, hiasilah diri kalian untuk menhadapi pertemuan besar (Kiamat). Hisab akan ringan pada hari Kiamat bagi orang-orang yang menghisab dirinya di dunia. (HR. Tirmidzi: 4 /638).

2. Tahapan المُرَاقَبَةُ (Pengawasan)

Apabila manusia sudah mewasiatkan dirinya sendiri serta memberi persyaratan kepadanya, maka tidak ada lagi bagi dirinya kecuali memberi pengawasan kepadanya. Karena ia memahami tentang firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:

"Dan Ketahuilah bahwasanya Alloh mengetahui apa yang ada dalam hati kalian; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS. Al Baqarah [02] : 235)

Begitu juga tentang sabda Rosulalloh Sholallohu 'alaihi wa Sallam yang ketika ditanya Jibril 'alaihi salaam mengenai makna ihsan:

"أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ"

"Engkau beribadah kepada Alloh, seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihat-Nya. Maka Dia pasti melihatmu.” (HR. Muslim: 8)

Seorang harus mengawasi dirinya pada tiga (3) keadaan:

1) Keadaan sebelum beramal; maka ia harus mengawasi, apakah amal yang akan dikerjakan digerakkan oleh hawa nafsu, mencari jabatan atau kekayaan atau hanya karena mencari ridho Alloh Subhanahu wa Ta’ala semata? Jika hanya karena Alloh, maka laksanakanlah. Dan jika tidak, maka rubahlah niat itu dengan hanya karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Itulah ikhlas.

2) Keadaan dalam beramal; maka ia harus mengawasi, apakah amalnya yang sedang berlangsung itu, diperbagus dan diperbaiki agar dilihat dan dipuji orang, atau karena takut orang melihatnya kurang sempurna lalu mereka mencelanya, ataukah agar Alloh Subhanahu wa Ta’ala melihatnya bagaimana ia melaksanakan perintah-Nya? Jika karena Alloh, maka teruskan dan jagalah tujuan itu, jika tidak, maka mintalah ampunan (istigfar) kepada-Nya dan berusahalah untuk memperbaiki tujuannya.

3) Keadaan setelah beramal; maka ia harus mengawasi, apakah ia senang dipuji orang atas hasil yang telah dilakukannya, ataukah hanya berharap balasan Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

3. Tahapan المُجَاهَدَةُ (Berjuang Diri).

Ini adalah perjuangan umum dalam agama Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan mencari keridhoan-Nya. Diantara hal itu adalah memperjuangkan jiwa serta terikat dalam menjaganya agar tidak terjatuh dalam tipu daya syaithon di saat kelalaian manusia muncul.

"Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Alloh, supaya kalian beruntung. (QS. Ali 'Imran [03]: 200)

4. Tahapan التَّسْلِيْمُ (Berserah Diri / Menerima dengan Ridho)

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

"Maka demi Robbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa' [4]: 65)

Untuk mencapai keimanan dalam ayat ini, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menentukan tingkatan:

a) Tahkim (yang mengandung pemberian syarat dan pengawasan agar jiwa selalu berada pada perintah Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rosul-Nya Sholallohu 'alaihi wa Sallam).

b) Intifa'ul haroj (tidak ada keberatan dan lapang dada). Hal ini dilakukan dengan perjuangan sehingga hati murni dan siap menuju tingkatan yang ke tiga (3) yaitu;

c) Taslim (murni dan bersih dari syubhat yang menentang berita-berita syari'at / murni dari syahwat yang menentang perintah-printah Alloh Subhanahu wa Ta’ala).

5. tahapan الرِّضَى (Ridho / Rela).

Kerelaan ini memiliki beberapa perkara yang perlu di perhatikan:

a. Rela menjadikan Alloh Subhanahu wa Ta’ala sebagai Robb (الرِضَى بِاللهِ رَبّاً).

Rela menjadikan Alloh Subhanahu wa Ta’ala sebagai Robb mengharuskan persaksian bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Dimana dia tidak menjadikan selain Alloh sebagai Robb dan Ilah (pencipta, pengatur dan pemilik seluruh makhluk dan Dzat yang wajib diibadahi semata).

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Katakanlah: "Apakah Aku akan mencari Ilah selain Alloh, padahal dia adalah Robb bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudhorotannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Robb kalianlah kalian kembali, dan akan diberitakan-Nya kepada kalian apa yang kalian perselisihkan. (QS. Al An'am [6]: 164)

Adapun hal-hal yang dapat membantu tercapainya kerelaan menjadikan Alloh sebagai Robb dan Ilah adalah:

ü Tawakkal kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

ü Konsekuen terhadap sesuatu yang di ridhoi Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

ü Mengenal kedho'ifan dan kelemahan diri sebagai manusia.

ü Mengenal rohmat dan kasih sayang Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

b. Rela menjadikan Muhammad sholallohu 'alaihi wa sallam Rosululloh

(الرِضَى بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيّاً).

Rela menjadikan Muhammad sholallohu 'alaihi wa sallam sebagai Rosul mengandung persaksian bahwa Muhammad adalah Rosululloh dengan ketundukan yang sempurna dan kepatuhan secara mutlak. Dimana beliau lebih di utamakan dari dirinya sendiri. Tidak akan mengambil petunjuk (hidayah) kecuali dari untaian kalimatnya, tidak akan bertahkim (berhukum) kecuali kepadanya serta tidak ridho dengan hukum selainnya.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

"Maka demi Robbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya". (QS. An-Nisaa' [4]: 65)

c. Ridho menjadikan Islam sebagai dien (agama) yang benar

(الرِّضَى وَبِالإِسْلَامِ دِيْناً)

Orang yang rela menjadikan Alloh Subhanahu wa Ta’ala sebagai Robb dan menjadikan Muhammad sebagai Rosul, berarti ia pun ridho dengan sesuatu yang diridhoi Alloh dan Rosul-Nya dan memilih apa yang dikehendaki Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan menjalankannya sesuai yang diperintahkan Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallam. Islam adalah agama yang diridhoi Alloh Subhanahu wa Ta’ala untuk hamba-hambanya. Dia memerintahkan mereka untuk mengikuti agamanya serta tidak Dia terima pengganti dan tebusan apapun kecuali berada diatas manhaj (aturan tata cara hidup) Rosul-nya

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya agama (yang diridhoi) disisi Alloh hanyalah Islam. (QS. Ali 'Imran [3]: 19)

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Barangsiapa mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (QS.Ali 'Imran [3]: 85)

Rosululloh Sholallohu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌ"

"Barangsipa beramal amalan yang bukan dari perintah kami maka hal itu tertolak".

Ketiga kerelaan (keridhoan) diatas digambarkan oleh Rosululloh Sholallohu 'alaihi wa Sallam sebagai penyebab masuk jannah (surga), jika diucapkan dengan penuh keyakinan.

Rosululloh Sholallohu 'alaihi wa sallam Bersabda:

”رَضِيْتُ بِاللهِ رَبّاً، وَبِالإِسْلَامِ دِيْناً، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيّاً وَجَبَ لَهُ الجَنَّةَ“

"Barangsiapa yang mengucapkan : Aku ridho Alloh sebagai Robb, Islam sebagai dien (agama) dan Muhammad sebagai Rosul, niscaya ia wajib mendapatkan jannah". (HR. Abu Daud : 1529).

6. tahapan السَّكِيْنَةُ dan الطُّمَأْنِيْنَةُ (Tenang dan Tentram).

Dasarnya adalah ketenagan dan ketentraman yang diberikan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala pada hati hambanya yang beriman ketika goncang jiwanya dan sangat berat rasa takutnya. Sehingga apapun yang akan dihadapinya tidak dapat menggoyahkannya, bahkan hal tersebut menambah luas keyakinan dan kemantapan serta menambah keimanannya. Bahagialah orang-orang seperti ini karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Robbmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al Fajr [89]: 27-30)

Ketentraman semacam ini terdapat dalam hati dengan selimut taqwa. Sedangkan berbakti (البِّرُ) adalah syi'ar-syi'arnya.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Lalu Alloh menurunkan ketenangan kepada Rosul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Alloh mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Alloh Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Fath [48]: 26)

0 komentar:

Posting Komentar

 

About

Text

"Dengan Kemurnian Merekat Persatuan" Copyright © 2009 Community is Designed by lembaga nurul ilmi